Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 18 Maret 2016

Berbelasungkawa


Jika kau minta, aku akan sekali lagi bertanya. 
Mengapa jantung kita detak. 
Mata kita belalak.                 
Sayap-sayap urung mengepak.


Kita, menyaksikan seluruhnya dari mata. 
Di mana-mana, di luar kita. 
Desau nafas menelusup asap, di trotoar jalan, di angkutan kota.
Dada kita tiba-tiba sesak, menerka-nerka setiap kata.



Aku, melihat kaum durjana kota bersafari.
Melenyap dan membungkam nafasnya sendiri. 
Kau bilang; api adalah permainan abadi milik manusia kota.
Di sana, kejujuran adalah kesia-siaan yang rahasia.


Sore hari, radio mengudara lagi. 
Hutan berlari, mencari tabib bagi daunnya sendiri.
Dan kota, ia seperti pedagang pasar tradisonal yang berada di ambang rugi.
Jika tak mereka indahkan taman, maka manusia kota akan mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar