Jelang tengah malam, tersisa dua segmentesi yang harus diselesaikan oleh Gano sebelum tiba waktunya pulang. Seperti biasa, dua segmentasi yang masih tersisa terdiri dari sesi request lagu, kemudian di akhir acara akan ada sesi curhat-curhatan yang dibuka untuk para pendengar radio.
Ya, 2 tahun bekerja sebagai penyiar radio, Gano sangat menikmati profesinya saat ini. Ia bahkan memiliki nama tersendiri saat sedang menyiar, Mika. Sebetulnya, sejak awal, ia tak pernah memiliki keinginan untuk menjadi seorang penyiar radio. Sejak masih SMA, Gano sudah mencanangkan tujuan dan cita-cita untuk berprofesi sebagai seorang penulis profesional. Pada masa SMA pula, ia jatuh hati kepada kakak kelasnya, Saputri Handayani. Namun sial bagi Gano, ia harus memutar haluan cita-cita kepenulisannya setelah tahu bahwa kakak kelasnya itu sangat mendambakan calon pasangan yang suatu saat nanti bakal berprofesi sebagai penyiar radio.
Mengetahui itu, dan untuk sementara waktu, Gano menunda menyampaikan seluruh perasaan yang ada di balik dadanya. Ia berjanji akan mempelajari semua cara untuk menjadi seorang penyiar, untuk kemudian suatu nanti, ia akan benar-benar menjadi seorang penyiar radio dan menyampaikan perasaannya kepada Saputri Handayani.
Ya, 2 tahun bekerja sebagai penyiar radio, Gano sangat menikmati profesinya saat ini. Ia bahkan memiliki nama tersendiri saat sedang menyiar, Mika. Sebetulnya, sejak awal, ia tak pernah memiliki keinginan untuk menjadi seorang penyiar radio. Sejak masih SMA, Gano sudah mencanangkan tujuan dan cita-cita untuk berprofesi sebagai seorang penulis profesional. Pada masa SMA pula, ia jatuh hati kepada kakak kelasnya, Saputri Handayani. Namun sial bagi Gano, ia harus memutar haluan cita-cita kepenulisannya setelah tahu bahwa kakak kelasnya itu sangat mendambakan calon pasangan yang suatu saat nanti bakal berprofesi sebagai penyiar radio.
Mengetahui itu, dan untuk sementara waktu, Gano menunda menyampaikan seluruh perasaan yang ada di balik dadanya. Ia berjanji akan mempelajari semua cara untuk menjadi seorang penyiar, untuk kemudian suatu nanti, ia akan benar-benar menjadi seorang penyiar radio dan menyampaikan perasaannya kepada Saputri Handayani.
"Kring..kring.kring.." Penelepon terakhir dari salah seorang pendengar berbunyi.
"Halo, selamat tengah malam. dengan siapa di mana?" Sapa Mika.
"Hai, mas Mika. Selamat malam juga. saya dengan Putri di Cempaka Mas."
Tiap kali mendengar nama Putri, Seringkali Gano mengira bahwa sosok itu adalah Saputri Handayani. Namun setelah berkali-kali ia pastikan, setiap penelepon yang bernama Putri, tak ada satu di antara mereka yang benar-benar Saputri Handayani. Hingga akhirnya, ketika mendengar kembali nama Putri, ia tidak lagi berniat untuk memastikan apa-apa.
Tiap kali mendengar nama Putri, Seringkali Gano mengira bahwa sosok itu adalah Saputri Handayani. Namun setelah berkali-kali ia pastikan, setiap penelepon yang bernama Putri, tak ada satu di antara mereka yang benar-benar Saputri Handayani. Hingga akhirnya, ketika mendengar kembali nama Putri, ia tidak lagi berniat untuk memastikan apa-apa.
"Oh, ok. Putri mau berbagi cerita apa nih hari ini...?"
"Ok." Suara Putri terdengar mantap dan siap menyampaikan curahan hatinya.
"6 tahun yang lalu... Tepatnya saat saya masih duduk di bangku SMA. saya enggak sengaja jatuh hati kepada seseorang. Selalu aneh dengan perasaan saya pada saat itu, saya selalu tampil cuek di hadapannya. Tapi hati saya tidak pandai menyembunyikan kebahagaiaan, bahkan kepada diri saya sendiri. Saya selalu bahagia ketika kami berdua secara enggak sengaja menjadi dua murid yang tersisa di ruangan perpustakaan sekolah. Kami hanya berdua dan tanpa berkata apa-apa. Diam-diam, saya sering memperhatikan dia dari jauh."
"Saya baru sadari setelah 4 tahun belakangan ini. Saya memang jatuh hati kepada pria yang selalu tampil sederhana itu. Ini nyata. Dari teman-teman kelas, saya mendengar cerita perihal usaha kerasnya untuk mendapatkan balasan cinta dari saya. Ia bahkan rela mengubur cita-citanya untuk menjadi seorang penulis dan memutuskan untuk menjadi seorang penyiar radio. Seperti apa yang pernah saya impikan kepada siapa pun yang kelak menjadi pasangan saya nanti."
"Di koridor sekolah, saya pernah mendapati dia berlalu sambil membawa sebuah buku yang berisikan beberapa kumpulan tips menjadi seorang penyiar radio. Saya tahu itu dari teman kelasnya. Saya mengagumi caranya itu, dia benar-benar belajar dan bersungguh-sungguh. sejak lulus sekolah, saya selalu berharap mengenai hal-hal bodoh, saya ingin pulang ke masa itu lagi. Tapi itu semua enggak lebih dari sekadar kemustahilan yang teramat ingin saya miliki." Hela nafas berat dan panjang terbuang dari mulut penelepon terakhir ini. Sepertinya, sebuah rahasia dan beban ia sampaikan dengan sangat hati-hati.
"Saya menyesal telah melajutkan pendidikan perguruan tinggi di luar kota Jakarta, hal itu membuat saya tidak lagi bisa mengetahui kabarnya, sama sekali tidak. Hingga sekarang, saat saya sudah kembali di kota ini, Jakarta." Lanjutnya.
Sejenak, suasana seperti langit di subuh hari, senyap dan sunyi. Di sisi lain, Gano seolah tak mempercayai semuanya. Apa yang putri ceritakan, persis seperti yang terjadi padanya di 4 tahun lalu, pada masa ia masih SMA. Gano mengambil waktu beberapa detik untuk menenangkan pikirannya. Dalam kondisi seperti ini, Gano mesti tetap pada kapasitasnya dan profesional dalam bekerja.
"Hmm... untuk seseorang bernama Gano..." Mendengar namanya disebut, hati Gano seperti air yang dipanaskan api. Semua isi hatinya menguap dan semakin nyata. Ia pun akhirnya sadar, penelepon terakhir ini adalah Saputri Handayani.
"Saya mencintai kamu, melebihi seseorang yang kini menjadi ayah dari calon anak pertamaku..."
"Ya, saya mencintai Gano. Itu saja, terima kasih."
"Halo... halo Putri,. Saputri Handayani..." Kali ini tidak salah lagi, penelepon terakhir ini benar-benar Saputri Handayani.
"Halo.. halo.." Beberapa kali Gano mencoba untuk menyambungkan kembali komunikasi ke telepon Putri, namun gagal. Nomor telepon putri tiba-tiba tak aktif.
*Keesokan harinya...
Waktu adalah pembimbing atas semua hal yang meresahkan. seperti luka, ia akan kering. Memang, bekasnya takkan hilang. Tapi bekas itulah yang akan menyadarkan kita ketika melihatnya. Bahwa, kita pernah berjuang disuatu masa. Luka adalah saksi atas semuanya yang tak sempat tersampaikan. Sehari selang malam kejutan itu, saat Putri menyampaikan segala hal yang juga dirasakan oleh Gano, Gano sama sekali tak berniat untuk kembali menghubungi nomor telepon Putri. Saputri Handayani bukan lagi menjadi hak siapa-siapa, bukan lagi untuk Gano, kecuali ayah dari calon buah hati pertama mereka.
"Saya menyesal telah melajutkan pendidikan perguruan tinggi di luar kota Jakarta, hal itu membuat saya tidak lagi bisa mengetahui kabarnya, sama sekali tidak. Hingga sekarang, saat saya sudah kembali di kota ini, Jakarta." Lanjutnya.
Sejenak, suasana seperti langit di subuh hari, senyap dan sunyi. Di sisi lain, Gano seolah tak mempercayai semuanya. Apa yang putri ceritakan, persis seperti yang terjadi padanya di 4 tahun lalu, pada masa ia masih SMA. Gano mengambil waktu beberapa detik untuk menenangkan pikirannya. Dalam kondisi seperti ini, Gano mesti tetap pada kapasitasnya dan profesional dalam bekerja.
"Hmm... untuk seseorang bernama Gano..." Mendengar namanya disebut, hati Gano seperti air yang dipanaskan api. Semua isi hatinya menguap dan semakin nyata. Ia pun akhirnya sadar, penelepon terakhir ini adalah Saputri Handayani.
"Saya mencintai kamu, melebihi seseorang yang kini menjadi ayah dari calon anak pertamaku..."
"Ya, saya mencintai Gano. Itu saja, terima kasih."
"Halo... halo Putri,. Saputri Handayani..." Kali ini tidak salah lagi, penelepon terakhir ini benar-benar Saputri Handayani.
"Halo.. halo.." Beberapa kali Gano mencoba untuk menyambungkan kembali komunikasi ke telepon Putri, namun gagal. Nomor telepon putri tiba-tiba tak aktif.
*Keesokan harinya...
Waktu adalah pembimbing atas semua hal yang meresahkan. seperti luka, ia akan kering. Memang, bekasnya takkan hilang. Tapi bekas itulah yang akan menyadarkan kita ketika melihatnya. Bahwa, kita pernah berjuang disuatu masa. Luka adalah saksi atas semuanya yang tak sempat tersampaikan. Sehari selang malam kejutan itu, saat Putri menyampaikan segala hal yang juga dirasakan oleh Gano, Gano sama sekali tak berniat untuk kembali menghubungi nomor telepon Putri. Saputri Handayani bukan lagi menjadi hak siapa-siapa, bukan lagi untuk Gano, kecuali ayah dari calon buah hati pertama mereka.