Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 17 Mei 2016

Melihat Kata-kata

Tidak semua buku dicipta untuk dibaca
tidak semua kata-kata lahir untuk di dengarkan

kaum patah hati lebih suka menjilati jalan-jalan basah di bulan oktober
di semua arah tubuhnya tak ada siapa-siapa
tak ada kata-kata, kecuali masa lalu dan puisi belum rangkum

buku adalah perempuan jalang, kalian, atau mereka yang mendapat jatah patah hati
boleh menelanjangi, tapi jangan mengubah hurufnya, mereka bisa berbahaya

kaum patah hati lahir untuk menjadi buku, lagu-lagu sendu, atau lukisan tak terbentuk

********
Seperti waktu menghitung kata-kata, atau pakaian kotor milik seorang petualang di atas meja kerja
mereka sendirian, dan tubuh kita tidak pernah berada di sana

Kota mengubah banyak berita, curah hujan, dan wangi kopi pagi ini
kalender di kepalamu berganti dan berganti, mengulang hari dengan hati-hati


Lampu-lampu jalan menyala dan mengecup kening puisi milik seorang penyair gagal, kau bertanya seolah semua mudah dan sederhana sekali: Apa kabar tahun ini?

Kau yang kepal kugenggam, kau yang ingat kukekal
pulanglah ke tempat di mana pernah ada kita.

Sabtu, 09 April 2016

Menemui Orang Lain

Aku menemukanmu dalam diri orang lain
aku kira,
 keberuntungan hanya terletak di meja judi selain kau 
dan punggungku yang mencari semua jarimu

Hari ini, aku menemukanmu di mana-mana, 
ada nafasmu di balik orang lain dan senyum sembunyi malu-malu

Aku mencermati jalan-jalan lapang, arah mata angin, dan puisi elegi seorang petualang,
syairnya menolak untuk dieja oleh sepasang matamu, matamu terlalu api, katanya

Aku berani bertaruh dan meneguk ratusan seloki anggur
demi mengakui kau indah dan aku menjadi kegagalan yang kekal

aku menaruh nyali pada hari menuju pagi,
aku akan menemukanmu di dalam tubuhmu sendiri
sekali lagi.

Ringkih Lafadz Lengan Kiri

-Kepada Gano Fatotori dan Bekas Kekasihnya.
 
Di langit-langit kamarmu, 
aku ingin menjadi lampu yang mengecup keseluruhan milikmu, 
sebelum akhirnya kau merencanakan sebuah tidur dan membiarkanku meredupkan diri sendiri

Di halaman rumahmu,
aku ingin berumpama seperti bonsai 
dan kau merisaukan nasibku di musim penghujan 
dan dari sesuatu yang hendak menebas kujur tubuhku

Di meja kerjamu,
aku ingin serupa pensil patah
dan kau memulihkan keberadaanku seperti garis-garis buku catatan harian
yang dibelah angin-angin jauh

Di suatu februari,
aku ingin mengulang semua kata dan nama yang mungkin kau lupa

Di suatu kemudian,
aku ingin sederhana:
mencintaimu, menjadi satu-satunya cucu adam yang melecut luka dan kau suka.

Aku ingin mencintaimu setiap hari
itu saja.

Sabtu, 02 April 2016

Menggauli Introvert

Ia duduk dan semua musim tak tampak seperti hujan
Membayangkan semua kening jatuh dan menyentuh bibir-bibir jauh
Ia membayangkan diriku seolah daun yang menolak ketidakpastian
Ia mengira aku menyerahkan tubuh pada angin yang membuat tangkaiku patah

Ia mengendaki langit berteriak seperti supir mikrolet menawarkan tumpangan kepada seluruh penghuni kota
Aku melihatnya mencintai semua sudut kamar dan membakar seisinya
Kecuali aku, dan musim hujan yang tertampung ke dalam masa-masa lampau

Aku melihat keresahannya seperti nyala api unggun yang lupa dipadamkan seorang pendaki amnesia
Aku bayangkan ia seumpama kalimat di koran-koran dan menolak semua tanda baca, kecuali titik, atau bagian yang tak sengaja robek
Ia ingin mengakhiri hidupnya seperti koran harian yang telanjang dan tertimpa tumpahan kopi

Ada anak kecil dalam dirinya yang menjauhi rak-rak buku dan menolak wajah tetangga
Aku ingin menciptakan gravitasi dalam kepalanya
Ia akan hilang dan mengudara di mana-mana
ia akan pulang setelah anak kecil dalam dirinya tumbuh dan menua.



Rabu, 30 Maret 2016

Kejutan Radio

      Jelang tengah malam, tersisa dua segmentesi yang harus diselesaikan oleh Gano sebelum tiba waktunya pulang. Seperti biasa, dua segmentasi yang masih tersisa terdiri dari sesi request lagu, kemudian di akhir acara akan ada sesi curhat-curhatan yang dibuka untuk para pendengar radio.

Ya, 2 tahun bekerja sebagai penyiar radio, Gano sangat menikmati profesinya saat ini. Ia bahkan memiliki nama tersendiri saat sedang menyiar, Mika. Sebetulnya, sejak awal, ia tak pernah memiliki keinginan untuk menjadi seorang penyiar radio. Sejak  masih SMA, Gano sudah mencanangkan tujuan dan cita-cita untuk berprofesi sebagai seorang penulis profesional. Pada masa SMA pula, ia jatuh hati kepada kakak kelasnya, Saputri Handayani. Namun sial bagi Gano, ia harus memutar haluan cita-cita kepenulisannya setelah tahu bahwa kakak kelasnya itu sangat mendambakan calon pasangan yang suatu saat nanti bakal berprofesi sebagai penyiar radio.

Mengetahui itu, dan untuk sementara waktu, Gano menunda menyampaikan seluruh perasaan yang ada di balik dadanya. Ia berjanji akan mempelajari semua cara untuk menjadi seorang penyiar, untuk kemudian suatu nanti, ia akan benar-benar menjadi seorang penyiar radio dan menyampaikan perasaannya kepada Saputri Handayani.

"Kring..kring.kring.." Penelepon terakhir dari salah seorang pendengar berbunyi.

"Halo, selamat tengah malam. dengan siapa di mana?" Sapa Mika.

"Hai, mas Mika. Selamat malam juga. saya dengan Putri di Cempaka Mas."

Tiap kali mendengar nama Putri, Seringkali Gano mengira bahwa sosok itu adalah Saputri Handayani. Namun setelah berkali-kali ia pastikan, setiap penelepon yang bernama Putri, tak ada satu di antara mereka yang benar-benar Saputri Handayani. Hingga akhirnya, ketika mendengar kembali nama Putri, ia tidak lagi berniat untuk memastikan apa-apa.

"Oh, ok. Putri mau berbagi cerita apa nih hari ini...?"

"Ok." Suara Putri terdengar mantap dan siap menyampaikan curahan hatinya.

"6 tahun yang lalu... Tepatnya saat saya masih duduk di bangku SMA. saya enggak sengaja jatuh hati kepada seseorang. Selalu aneh dengan perasaan saya pada saat itu, saya selalu tampil cuek di hadapannya. Tapi hati saya tidak pandai menyembunyikan kebahagaiaan, bahkan kepada diri saya sendiri. Saya selalu bahagia ketika kami berdua secara enggak sengaja menjadi dua murid yang tersisa di ruangan perpustakaan sekolah. Kami hanya berdua dan tanpa berkata apa-apa. Diam-diam, saya sering memperhatikan dia dari jauh."

"Saya baru sadari setelah 4 tahun belakangan ini. Saya memang jatuh hati kepada pria yang selalu tampil sederhana itu. Ini nyata. Dari teman-teman kelas, saya mendengar cerita perihal usaha kerasnya untuk mendapatkan balasan cinta dari saya. Ia bahkan rela mengubur cita-citanya untuk menjadi seorang penulis dan memutuskan untuk menjadi seorang penyiar radio. Seperti apa yang pernah saya impikan kepada siapa pun yang kelak menjadi pasangan saya nanti."

"Di koridor sekolah, saya pernah mendapati dia berlalu sambil membawa sebuah buku yang berisikan beberapa kumpulan tips menjadi seorang penyiar radio. Saya tahu itu dari teman kelasnya. Saya mengagumi caranya itu, dia benar-benar belajar dan bersungguh-sungguh. sejak lulus sekolah, saya selalu berharap mengenai hal-hal bodoh, saya ingin pulang ke masa itu lagi. Tapi itu semua enggak lebih dari sekadar kemustahilan yang teramat ingin saya miliki." Hela nafas berat dan panjang terbuang dari mulut penelepon terakhir ini. Sepertinya, sebuah rahasia dan beban ia sampaikan dengan sangat hati-hati.

"Saya menyesal telah melajutkan pendidikan perguruan tinggi di luar kota Jakarta, hal itu membuat saya tidak lagi bisa mengetahui kabarnya, sama sekali tidak. Hingga sekarang, saat saya sudah kembali di kota ini, Jakarta." Lanjutnya.

Sejenak, suasana seperti langit di subuh hari, senyap dan sunyi. Di sisi lain, Gano seolah tak mempercayai semuanya. Apa yang putri ceritakan, persis seperti yang terjadi padanya di 4 tahun lalu, pada masa ia masih SMA. Gano mengambil waktu beberapa detik untuk menenangkan pikirannya. Dalam kondisi seperti ini, Gano mesti tetap pada kapasitasnya dan profesional dalam bekerja.

"Hmm... untuk seseorang bernama Gano..." Mendengar namanya disebut, hati Gano seperti air yang dipanaskan api. Semua isi hatinya menguap dan semakin nyata. Ia pun akhirnya sadar, penelepon terakhir ini adalah Saputri Handayani.

"Saya mencintai kamu, melebihi seseorang yang kini menjadi ayah dari calon anak pertamaku..."

"Ya, saya mencintai Gano. Itu saja, terima kasih."


"Halo... halo Putri,. Saputri Handayani..." Kali ini tidak salah lagi, penelepon terakhir ini benar-benar Saputri Handayani.

"Halo.. halo.." Beberapa kali Gano mencoba untuk menyambungkan kembali komunikasi ke telepon Putri, namun gagal. Nomor telepon putri tiba-tiba tak aktif.

*Keesokan harinya...

Waktu adalah pembimbing atas semua hal yang meresahkan. seperti luka, ia akan kering. Memang, bekasnya takkan hilang. Tapi bekas itulah yang akan menyadarkan kita ketika melihatnya. Bahwa, kita pernah berjuang disuatu masa. Luka adalah saksi atas semuanya yang tak sempat tersampaikan. Sehari selang malam kejutan itu, saat Putri menyampaikan segala hal yang juga dirasakan oleh Gano, Gano sama sekali tak berniat untuk kembali menghubungi nomor telepon Putri. Saputri Handayani bukan lagi menjadi hak siapa-siapa, bukan lagi untuk Gano, kecuali ayah dari calon buah hati pertama mereka.

Jumat, 25 Maret 2016

Ketika Menunggu.

Ketika seseorang menunggumu.
Aku bayangkan ia seperti asap mengabu di sebatang gulungan tembakau yang tak sabar untuk dibakar.
Aku bayangkan ia serupa jembatan yang menggapai-gapai kota dan sungai basah.

Ketika seseorang menunggumu.
Aku melihatnya jatuh dengan dada yang disumpal kebisuan serta kerinduan.
Aku melihatnya tengah duduk di taman kota dan lupa membawa seluruh ingatan.

Ketika kau mempertanyakan perihal menunggu.
Aku akan mengucapkan semua suku kata hingga kau lengah dan ingin menimbun pendengaran.
Aku akan memental jarak dan kau akan mencariku di mana-mana.

Ketika kau menafsirkan kata tunggu.
Aku melihatmu seperti gagak yang bertanya kepada pagi tentang keberadaan malam.
Aku melihatmu menulis puisi dan tiba-tiba lenyap dari langit-langit kamar.

Ketika seluruhnya bicara perihal menunggu.
Aku akan sejenak bungkam dan merahasiakan semua apa-apa.
Kau menaksir seluruh yang ada di kepalaku dan menemukan banyak sekali kehampaan.

Kamis, 24 Maret 2016

Mencermati Penulis.

Ada beberapa orang terlahir, kemudian hidup, tumbuh, lalu kelak mati dan dikenang sebagai sejarah berkat pemikiran idealis yang ia toreh semasa masih hidup di dunia.
Namun, ada satu di antara mereka yang tetap saja dianggap hidup, meski sebetulnya mereka sudah mati.
Mereka adalah kelompok yang menempati posisi spesial dengan segala pemikiran ajaib dan imajinatif.

Ya, mereka yang dimaksud adalah; Penulis.
Penulis seperti menu makanan disalah satu restoran cepat saji, yang memiliki banyak sekali penikmat atas beragam rasa yang ia miliki dan tersaji lewat karya tulis.
Setiap penulis sudah barang pasti memiliki visi misinya tersendiri, tujuan, serta motivasi untuk memutuskan pilihan menjadi seorang penulis, seorang peracik kata.
Lalu, apa yang dituai para penulis, apa sesungguhnya motivasi mereka, dan apa keuntungan menjadi penulis?
Ini adalah pertanyaan yang cukup klise, dan saya kira memiliki jawaban yang subjektif bagi setiap masing-masing penulis.

Namun, saya ingin berbagi sedikit pandangan, juga beberapa jawaban yang sudah saya miliki, perihal mengapa saya juga memutuskan untuk bergabung ke dalam orang-orang yang berpikiran imajinatif seperti penulis.
Bagi saya, tulis-menulis adalah sebuah gambaran dunia berbeda yang dipahat dan diciptakan oleh penulis itu sendiri.
Demikian saya, saya pun seperti menciptakan dunia sendiri.
Menjadi penulis, adalah berarti kebebasan.
Menjadi penulis, saya seperti mampu menciptakan sebuah negeri di dalam kepala saya, setiap hari, sebanyak mungkin.
Ajaibnya, dalam dunia menulis, saya bisa menjadi seorang presiden, atau juragan minyak, atau sebagai rakyat kelaparan, hal ini bisa dilakukan kapan saja dan sesuka hati.
Hal inilah yang disebut imajinasi ajaib dari dalam diri penulis yang tak dimiliki banyak orang.
Para penulis merangkai semua perihal yang ada dalam kepalanya untuk kemudian digurat menjadi susunan-susunan kata di atas kertas, yang kita sebut sebagai karya.

Bersebab pemikiran-pemikiran itulah, tak jarang, para penulis digemari banyak orang.
Pandangan mereka yang berbeda dan kadang lebih luas, seringkali menjadi rujukan serta referensi.
Di lain hal, tak sedikit orang merasa hidupnya menjadi lebih baik setelah membaca karya dari para penulis.
Tulisan mereka menuai manfaat dan pengaruh baik dalam hidup para pembaca, bangsa, dan tanah airnya.
Maka tak heran, wafatnya seorang penulis, tak berarti ia bentul-betul telah hilang.
Mereka ada, tetap hidup, dan meiliki arti abadi di hati para pembacanya.